“Tiga (golongan manusia) yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada Hari Kiamat, tidak pula dilihat dan tidak disucikan serta bagi mereka siksa yang pedih (mereka itu adalah); Musbil (orang yang memanjangkan pakaiannya hingga ke bawah mata kaki). Dalam sebuah riwayat lain dikatakan: “Yaitu orang yang tidak memberi sesuatu kecuali ia mengungkit-ungkitnya.” Dan (ketiga) orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.”( Hadits riwayat Muslim, 1/102.)
“Kain (yang memanjang) di bawah mata kaki tempatnya di Neraka.”( Hadits riwayat Imam Ahmad, 6/254; Shahihul Jami’,5571.)
“Barangsiapa memanjangkan bajunya dengan takabur, niscaya Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat.” ( Hadits riwayat Al-Bukhari, 3/465.)
Isbal diharamkan untuk semua pakaian, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu:
“Isbal itu pada kain (sarung), gamis (baju panjang) dan sorban. Siapa yang memanjangkan daripadanya dengan sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat.”( Hadits riwayat Abu Dawud, 4/353; Shahihul Jami’, 2770.)
Artinya:
“ Dan berilah peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Adz dzariyat:55)
Artinya:
“Dari Anas, dari Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wa Sallam berkata : (batas tempat) kain itu sampai setengah betis, setelah beliau melihat hal ini dirasa berat oleh kaum muslimin, beliau bersabda : sampai kedua mata kaki, lebih dari itu tidak ada kebaikan padanya”. (HR.Ahmad 3/140,249,256, dan derajatnya shohih, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 8/205 secara mauquf)
Artinya:
“Dari Ibnu Umar berkata : aku lewat di depan Nabi, sedang kainku melorot (karena longgar), beliau berkata : wahai Abdulloh angkatlah kainmu !, akupun mengangkatnya, angkat lagi ! (kata beliau ) akupun mengangkatnya lagi dan masih saja aku berusaha untuk tetap seperti itu sampai sebagian orang berkata: sampai seberapa ?, sampai setengah betis (jawabku)” (HR.Muslim (2086), Abu ‘Awanah 5/482, Al Baihaqi dalam As sunan 2/243)
Dan dari hadits-hadits tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa yang demikian ada tiga ukuran yang disukai :
1. Menurunkan kain sampai pertengahan betis.
2. Menurunkan kain sampai di atas pertengahan betis.
3. Menurunkan pakaian sampai di bawah pertengahan betis.
(Menurut para Ulama’ –Rahimahulloh yang sunnah adalah sampai pertengahan betis, namun jika dikhawatirkan menimbulkan kesalahpahaman dan fitnah di tengah masyarakat yang belum memahaminya (karena kurang sosialisasinya atau masyarakat yang kurang peduli agama) maka boleh menurunkannya sampai di atas mata kaki dan tidak menutupi atau melebihi mata kaki. Insya Allah hal ini tidak akan terlalu menyolok dan tidak tampak cingkrang yang menjadikan perhatian masyarakat. [Abdullah Hadrami])
Dan dari hadits-hadits tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa yang demikian ada tiga ukuran yang disukai :
1. Menurunkan kain sampai pertengahan betis.
2. Menurunkan kain sampai di atas pertengahan betis.
3. Menurunkan pakaian sampai di bawah pertengahan betis.
(Menurut para Ulama’ –Rahimahulloh yang sunnah adalah sampai pertengahan betis, namun jika dikhawatirkan menimbulkan kesalahpahaman dan fitnah di tengah masyarakat yang belum memahaminya (karena kurang sosialisasinya atau masyarakat yang kurang peduli agama) maka boleh menurunkannya sampai di atas mata kaki dan tidak menutupi atau melebihi mata kaki. Insya Allah hal ini tidak akan terlalu menyolok dan tidak tampak cingkrang yang menjadikan perhatian masyarakat. [Abdullah Hadrami])
(Menurut para Ulama’ –Rahimahulloh yang sunnah adalah sampai pertengahan betis, namun jika dikhawatirkan menimbulkan kesalahpahaman dan fitnah di tengah masyarakat yang belum memahaminya (karena kurang sosialisasinya atau masyarakat yang kurang peduli agama) maka boleh menurunkannya sampai di atas mata kaki dan tidak menutupi atau melebihi mata kaki. Insya Allah hal ini tidak akan terlalu menyolok dan tidak tampak cingkrang yang menjadikan perhatian masyarakat. [Abdullah Hadrami])
Hadits Pertama:
Artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud berkata : Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda: barang siapa yang memanjangkan kainnya (melebihi mata kaki) di dalam sholat dengan sombong, maka Alloh tidak menghalalkan baginya (syurga) dan tidak pula mengharamkan baginya (neraka) “. (Abu Daud (637), Hunad dalam Az zuhdi (846), Ath thobroni dalam Al kabir 9/315 dan derajatnya shohih)
Setelah melihat dalil di atas, seharusnya kita meneliti serta mengoreksi maknanya dengan niat mendekatkan diri kepada Alloh dan ikhlas dalam menerapkan syariat Alloh dan mempraktekkan perintah NabiNya Shollallohu alaihi wa Sallam, kenapa kita menoleh ke kiri dan ke kanan, mena’wilkan begini dan membolak balikkan maknanya hanya untuk mencari dalih pembenaran (justifikasi), padahal sebenarnya dalih yang sangat hina itu tidak mempan menolak dalil yang telah tetap (dari Rosululloh), semua itu dalam rangka mengikuti dan mentaati hawa nafsu yang banyak menyuruh kepada kejelekan, dan agar senantiasa mendapat dalih dalam memanjangkan kain, dan apabila kita ingatkan dengan hadits-hadits Nabi, ia akan menjawab : “ancaman pada hadits-hadits itu hanya untuk orang yang memanjangkannya dengan kesombongan, dan aku tidak ada niatan sombong, untuk itu boleh saja aku memanjangkannya sekehendakku” , begitulah kebanyakan jawaban manusia, apakah dengan jawaban yang lemah tersebut dapat menghalangi dalil yang telah tetap lagi kuat ?
Abu Dzar radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Orang yang mengatakan, saya melakukan isbal tidak dengan niat takabur (sombong), hanyalah ingin membela diri yang tidak pada tempatnya. Ancaman untuk musbil adalah mutlak dan umum, baik dengan maksud takabur atau tidak, sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
Jika seseorang melakukan Isbal dengan niat takabur, maka siksanya akan lebih pedih dan berat, yaitu termasuk dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
Sebab dengan begitu, ia melakukan dua hal yang diharamkan sekaligus, yakni Isbal dan takabur.
Adapun wanita, mereka diperbolehkan menurunkan pakaiannya sebatas satu jengkal atau sebatas untuk menutupi kedua telapak kakinya, sebab ditakutkan akan tersingkap oleh angin atau lainnya. Tetapi tidak dibolehkan melebihi yang wajar seperti umumnya busana pengantin yang panjangnya di tanah hingga beberapa meter, bahkan mungkin kainnya harus ada yang membawakan dari belakangnya.
Para Salaf˗˗semoga Alloh meridhai mereka-˗ betul-betul memahami nilai ketaatan, mereka pun tahu bahwa kunci kebahagiaan terletak pada sejauh mana mereka mengikuti perintah Rasululloh Shollallahu alaihi wa Sallam, serta menjauhi dari apa yang dilarang, maka mereka pun berittiba’ (mengikuti) sepenuhnya baik dalam permasalahan yang kecil (ringan) hingga yang besar. Khususnya beliau banyak mengingatkan agar kita tidak terjerumus dalam Tasyabbuh (menyerupai) dengan orang-orang kafir dan Ahli Kitab, khususnya dalam berpakaian. Rasululloh telah menetapkan bagi umat ini pakaian yang berbeda dari umat yang lain, dalam masalah ini ada banyak perkara yang harus dilakukan oleh seorang muslim (dalam hal berpakaian), demikian pula hendaknya menjauhi apa yang dilarang oleh Rasululloh Shollallahu alaihi wa Sallam, khususnya larangan melakukan Isbal (memanjangkan pakaian sampai mata kaki).
Karenanya, sengaja kami ulas permasalahan ini dengan harapan dapat menjadi hujjah dan dalil bagi mereka yang senantiasa masih rindu terhadap kebenaran dan sekaligus sebagai jawaban bagi mereka yang masih enggan untuk mengamalkannya bahkan memperolok-olok dan mengejek mereka yang berkemauan keras mengamalkan sunnah yang satu ini. Sebagaimana firman Alloh:
Definisi Isbal
Secara istilah yang dimaksud dengan Isbal pada pembahasan ini adalah menurunkan atau memanjangkan kain (pakaian) melebihi (di bawah) mata kaki. Berikut kami nukilkan beberapa hadits yang berbicara dan menjelaskan batasan terendah pada kain (pakaian)Hadits Pertama:
Artinya:
“Dari Anas, dari Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wa Sallam berkata : (batas tempat) kain itu sampai setengah betis, setelah beliau melihat hal ini dirasa berat oleh kaum muslimin, beliau bersabda : sampai kedua mata kaki, lebih dari itu tidak ada kebaikan padanya”. (HR.Ahmad 3/140,249,256, dan derajatnya shohih, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 8/205 secara mauquf)
“Dari Anas, dari Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wa Sallam berkata : (batas tempat) kain itu sampai setengah betis, setelah beliau melihat hal ini dirasa berat oleh kaum muslimin, beliau bersabda : sampai kedua mata kaki, lebih dari itu tidak ada kebaikan padanya”. (HR.Ahmad 3/140,249,256, dan derajatnya shohih, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 8/205 secara mauquf)
Hadits Kedua
Artinya:
“Dari Ibnu Umar berkata : aku lewat di depan Nabi, sedang kainku melorot (karena longgar), beliau berkata : wahai Abdulloh angkatlah kainmu !, akupun mengangkatnya, angkat lagi ! (kata beliau ) akupun mengangkatnya lagi dan masih saja aku berusaha untuk tetap seperti itu sampai sebagian orang berkata: sampai seberapa ?, sampai setengah betis (jawabku)” (HR.Muslim (2086), Abu ‘Awanah 5/482, Al Baihaqi dalam As sunan 2/243)
“Dari Ibnu Umar berkata : aku lewat di depan Nabi, sedang kainku melorot (karena longgar), beliau berkata : wahai Abdulloh angkatlah kainmu !, akupun mengangkatnya, angkat lagi ! (kata beliau ) akupun mengangkatnya lagi dan masih saja aku berusaha untuk tetap seperti itu sampai sebagian orang berkata: sampai seberapa ?, sampai setengah betis (jawabku)” (HR.Muslim (2086), Abu ‘Awanah 5/482, Al Baihaqi dalam As sunan 2/243)
Kedua Hadits ini semua jelas dan tegas menerangkan kepada kita tentang aturan berbusana bagi seorang muslim, dimana tidak diperbolehkan memanjangkan kain melebihi mata kaki, dan sunnah hukumnya (memotong kain tersebut) sampai setengah betis.
Dan dari hadits-hadits tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa yang demikian ada tiga ukuran yang disukai :
1. Menurunkan kain sampai pertengahan betis.
2. Menurunkan kain sampai di atas pertengahan betis.
3. Menurunkan pakaian sampai di bawah pertengahan betis.
(Menurut para Ulama’ –Rahimahulloh yang sunnah adalah sampai pertengahan betis, namun jika dikhawatirkan menimbulkan kesalahpahaman dan fitnah di tengah masyarakat yang belum memahaminya (karena kurang sosialisasinya atau masyarakat yang kurang peduli agama) maka boleh menurunkannya sampai di atas mata kaki dan tidak menutupi atau melebihi mata kaki. Insya Allah hal ini tidak akan terlalu menyolok dan tidak tampak cingkrang yang menjadikan perhatian masyarakat. [Abdullah Hadrami])
Dan dari hadits-hadits tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa yang demikian ada tiga ukuran yang disukai :
1. Menurunkan kain sampai pertengahan betis.
2. Menurunkan kain sampai di atas pertengahan betis.
3. Menurunkan pakaian sampai di bawah pertengahan betis.
(Menurut para Ulama’ –Rahimahulloh yang sunnah adalah sampai pertengahan betis, namun jika dikhawatirkan menimbulkan kesalahpahaman dan fitnah di tengah masyarakat yang belum memahaminya (karena kurang sosialisasinya atau masyarakat yang kurang peduli agama) maka boleh menurunkannya sampai di atas mata kaki dan tidak menutupi atau melebihi mata kaki. Insya Allah hal ini tidak akan terlalu menyolok dan tidak tampak cingkrang yang menjadikan perhatian masyarakat. [Abdullah Hadrami])
Hukum Isbal
Ada banyak hadits yang melarang dan mencela tentang isbal (memanjangkan kain melebihi mata kaki), diantaranya :
Ada banyak hadits yang melarang dan mencela tentang isbal (memanjangkan kain melebihi mata kaki), diantaranya :
Hadits Pertama:
Artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud berkata : Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda: barang siapa yang memanjangkan kainnya (melebihi mata kaki) di dalam sholat dengan sombong, maka Alloh tidak menghalalkan baginya (syurga) dan tidak pula mengharamkan baginya (neraka) “. (Abu Daud (637), Hunad dalam Az zuhdi (846), Ath thobroni dalam Al kabir 9/315 dan derajatnya shohih)
Setelah melihat dalil di atas, seharusnya kita meneliti serta mengoreksi maknanya dengan niat mendekatkan diri kepada Alloh dan ikhlas dalam menerapkan syariat Alloh dan mempraktekkan perintah Nabi-Nya Shollallohu alaihi wa Sallam, kenapa kita menoleh ke kiri dan ke kanan, mena’wilkan begini dan membolak balikkan maknanya hanya untuk mencari dalih pembenaran (justifikasi), padahal sebenarnya dalih yang sangat hina itu tidak mempan menolak dalil yang telah tetap (dari Rosululloh), semua itu dalam rangka mengikuti dan mentaati hawa nafsu yang banyak menyuruh kepada kejelekan, dan agar senantiasa mendapat dalih dalam memanjangkan kain, dan apabila kita ingatkan dengan hadits-hadits Nabi, ia akan menjawab : “ancaman pada hadits-hadits itu hanya untuk orang yang memanjangkannya dengan kesombongan, dan aku tidak ada niatan sombong, untuk itu boleh saja aku memanjangkannya sekehendakku” , begitulah kebanyakan jawaban manusia, apakah dengan jawaban yang lemah tersebut dapat menghalangi dalil yang telah tetap lagi kuat ?
Artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud berkata : Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam bersabda: barang siapa yang memanjangkan kainnya (melebihi mata kaki) di dalam sholat dengan sombong, maka Alloh tidak menghalalkan baginya (syurga) dan tidak pula mengharamkan baginya (neraka) “. (Abu Daud (637), Hunad dalam Az zuhdi (846), Ath thobroni dalam Al kabir 9/315 dan derajatnya shohih)
Setelah melihat dalil di atas, seharusnya kita meneliti serta mengoreksi maknanya dengan niat mendekatkan diri kepada Alloh dan ikhlas dalam menerapkan syariat Alloh dan mempraktekkan perintah Nabi-Nya Shollallohu alaihi wa Sallam, kenapa kita menoleh ke kiri dan ke kanan, mena’wilkan begini dan membolak balikkan maknanya hanya untuk mencari dalih pembenaran (justifikasi), padahal sebenarnya dalih yang sangat hina itu tidak mempan menolak dalil yang telah tetap (dari Rosululloh), semua itu dalam rangka mengikuti dan mentaati hawa nafsu yang banyak menyuruh kepada kejelekan, dan agar senantiasa mendapat dalih dalam memanjangkan kain, dan apabila kita ingatkan dengan hadits-hadits Nabi, ia akan menjawab : “ancaman pada hadits-hadits itu hanya untuk orang yang memanjangkannya dengan kesombongan, dan aku tidak ada niatan sombong, untuk itu boleh saja aku memanjangkannya sekehendakku” , begitulah kebanyakan jawaban manusia, apakah dengan jawaban yang lemah tersebut dapat menghalangi dalil yang telah tetap lagi kuat ?
0 komentar
Add Comments